Apakah ada korelasi antara
kemudahan meraih dunia dengan cinta dari Allah? Pertanyaan ini saya rasa masih
relevan untuk diajukan, karena dibanyak forum saya masih mendapati pertanyaan
yang meragukan dampak dari ibadah mahdha
yang sudah mereka kerjakan terhaap kemudahan dunia. Katanya yang tekun shalat dhuha hidupnya
bakal dicukupkan, yang rajin sedekah akan dilipatgandakan , yang rajin shalat
tahujud impian lekas terwujud. Nyatanya ada banyak yang tak pernah shalat tapi
hidupnya lancer, ada yang tak pernah sedekah tapi hartanya makin berlimpah.
Saudaraku, saya sempat ketakutan
saat pertama kali membaca hadis ini. Saya takut bukan main, jangan-jangan
selama ini saya sudah terseret dalam arus yang digambarkan Rasullah dalam hadis
ini :
“Demi
Allah bukanlah kemiskinan yang paling aku takutkan menimpa kalian, akan tetapi
yang aku takutkan adalah dihamparkan kepada kalian kalian kekayaan dunia,
sebagaimana telah dihamparkan kepada umat sebelum kalian, lalu kalian
berlomba-lomba mendapatkannya hingga kalian binasa sebagaimana mereka binasa”. (Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Alangkah salah pahamnya jika dalam
pemikiran kita masih memaknai segala kemudahan dunia adalah nikmat, dan segala
musibah dunia adalah adzab. Padahal belum tentu demikian. Belum tentu kemudahan
dan kelapangan dunia adalah bentuk cinta dari Allah. Belum tentu kesulitan
dunia adalah bentuk murka dari-Nya.
Ada sebuah kisah menarik. Pada
suatu hari seorang lelaki bertanya kepada Iman Hasan Al Bashri, “Sesungguhnya
aku melakukan banyak dosa. Tapi ternyata rezekiku tetap lancer-lancar saja.
Bahkan lebih banyak dari sebelumnya.”
Sang imam lantas bertanya “apakah
semalam engkau melaksanakan qiyammullail?”
Lelaki itu menjawab. “Tidak”
Dengan kalimat bijak, Imam Hasan Al
Bashri menasihatkan kepada lelaki tersebut, “Sesungguhnya jika Allah langsung
menghukum semua makhluk yang berdosa dengan memutus rezekinya, maka semua
manusia dibumi ini sudah habis binasa, sungguh dunia ini tak bernilai di sisi
Allah walau sehelai sayap nyamukpun , maka Allah tetap memberikan rezeki bahkan
pada orang-orang yang kufur sekalipun
kepada-nya, adapun kita orang mukmin hukuman atas dosa adalah terputusnya
kemesraan dengan Allah, Subhanaahu wa ta’ ala,”
Sadarlah kita. Bahwa musibah yang
sebenarnya adalah ketika kita mendapatkan mendapatkan kesenangan dunia tetapi
karena kesenangan itu kita lantas menjadi jauh dari Allah. Musibah yang sejati
adalah segala sesuatu yang menjauhkan kita dari-nya. Sementara karunia yang
sejati adalah segala Sesutu yang membuat kita dekat kepadanya.
Bisa jadi yang selama ini kita
anggap sebagai musibah, ternyata itu adalah bentuk cinta dari-nya. Terkadang
ada orang tertentu yang baru mau mendekat kepadanya ketika dia dalam kesulitan
hidup. Ketika Allah rindu dengan tangisnya dikeheningan malam, ketika Allah
kangen dengan keluhan mesra dalam rangkaian doa-doa yang di panjatkan, ketika
allah rindu kekhusyukan dalam shalat-shalatnya, maka segera ‘dikaruniakan’ lah
kesulitan hidup kepadanya.