--> Skip to main content

Tanya Jawab Seluk Beluk Dunia Kambing - Cara Ternak Kambing

Seluk Beluk Dunia Kambing

Kambing Etawa

Kegagalan yang terjadi pada usaha ternak kambing sering kali disebabkan oleh keterbatasan modal yang dimiliki peternak. Akan tetapi, hal tersebut tidak bisa menjadi alasan untuk tidak berkembangnya usaha peternakan kambing di Indonesia.

Apabila kita mengikuti perkembangan harga kambing dari tahun ke tahun, dapat diketahui bahwa harga kambing terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagai contoh, di salah satu wilayah harga bakalan kambing jantan jawa randu umur tiga bulan pada tahun 2010 sekitar Rp400.000,00 hingga Rp500.000,00. Pada saat ini (2015) harga bakalan kambing naik menjadi Rp800.000,00— 1.000.000,00. Umumnya, harga kambing meningkat pada saat Hari Raya Qurban. Akan tetapi, saat ini harga kambing tetap tinggi walaupun sudah melewati momen tersebut.

Kambing adalah jenis ternak yang memiliki nilai ekonomis, budaya, dan nilai religi. Dikalangan masyarakat Jawa zaman dahulu, kambing dikenal sebagai "rojo koyo" yang berfungsi untuk mengukur status kekayaan seseorang. Selain luas tanah, pada zaman dahulu, masyarakat dikatakan kaya bila memiliki kerbau atau kambing peliharaan. Hal ini karena pada saat itu, masyarakat belum umum memiliki mobil.

Masyarakat Jawa hingga kini masih menggunakan kambing sebagai hewan untuk seserahan dalam acara pernikahan. Demikian pula pada saat seorang anak laki-laki dikhitan. Umumnya, pihak keluarga menyembelih kambing untuk hidangan sanak keluarga yang datang bersilaturahmi. Selain itu, acara yang menggunakan kambing sebagai hal utamanya adalah aqiqah. Salah satu yang wajib dilakukan pada acara aqiqah adalah penyembelihan hewan kambing. Apabila yang dilahirkan bayi laki-laki maka kambing yang disembelih berjumlah dua ekor, sedangkan bila anak perempuan kambing yang disembelih berjumlah seekor.

Sering kali seseorang ragu untuk membangun usahanya karena takut harga pasaran produknya jatuh dan merugi. Hal inilah yang juga menyebabkan kegagalan selain keterbatasan modal. Dalam usaha
peternakan, kambing khususnya, pasar bukanlah hambatan. Hal ini karena kambing sudah mempunyai pasar tradisional yang kuat yaitu pasar yang didasarkan pada nilai tradisi dan religi. Nilai-nilai tersebut akan selalu hidup sepanjang masa. Selain itu, sebagai sumber protein hewani kambing juga akan selalu dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kecerdasan manusia bersama sumber pakan hewani lainnya.

Untuk saat ini, kebutuhan kambing untuk aqiqah dan qurban merupakan faktor penggerak utama bisnis kambing. Ke depannya, diharapkan peran ternak kambing harus dapat menutupi kekurangan daging sapi yang hingga sekarang masih impor.
Usaha Kambing untuk Aqiqah


Tanya Jawab Seputar Ternak Kambing dan Potensi Pasar di Indonesia


1. Berapa banyak kebutuhan kambing di Indonesia? 
Bagaimana prospek usahanya di Indonesia? Jawab: Secara nasional, sumbangan daging kambing terhadap penyediaan daging nasional masih relatif kecil, yaitu 5%. Angka ini masih jauh di bawah sektor usaha peternakan lainnya, seperti ayam dan unggas (56%), sapi (23%), babi (13%). Walaupun demikian, kebutuhan kambing tiap tahunnya terhitung cukup besar. Faktor utama meningkatnya kebutuhan kambing adalah kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani bagi pertumbuhan. Faktor lainnya yang mempengaruhi yaitu qurban, aqiqah, dan industri makanan. Untuk qurban, setiap tahunnya membutuhkan kambing sebanyak 5,6 juta ekor. Selain kebutuhan kambing untuk qurban, kebutuhan kambing untuk aqiqah juga meningkat. Memang belum terdata secara rinci, tetapi dengan meningkatnya angka kelahiran setiap tahunnya yang mencapai 3,5 juta, juga menjawab pertanyaan akan meningkatnya kebutuhan kambing.

Kebutuhan untuk industri restoran, warung sate kaki lima, dan kebutuhan untuk hajatan juga harus diperhatikan. Oleh karena itu, jika dijumlahkan kebutuhan kambing dalam negeri saja dapat mencapai puluhan juta ekor kambing per tahun. Potensi ini belum termasuk kebutuhan pasar di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah tiap tahunnya membutuhkan 9,3 juta hewan qurban yang disuplai oleh Australia dan Selandia Baru. Hal-hal tersebut menunjukkan, bahwa sebenarnya prospek usaha peternakan kambing masih bagus untuk ke depannya, baik untuk pasar lokal maupun pasar internasional.

2. Berapakah konsumsi daging kambing per kapita di Indonesia? Apa kaitannya dengan kualitas SDM Indonesia? 
Jawab: Rendahnya konsumsi protein hewani berdampak pada tingkat kecerdasan dan kualitas hidup penduduk Indonesia. Hal ini karena protein hewani memiliki semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh. Kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagaimana ditunjukan oleh peringkat human development index (HDI) tahun 2004 yang dikeluarkan United Nation Development Program (UNDP), Indonesia berada pada peringkat ke-||1, satu tingkat di atas Vietnam (112), tetapi jauh di bawah negara ASEAN lainnya, Singapura (25), Malaysia (59), Thailand (76), dan Filipina (83).
Kebutuhan protein untuk kesehatan yang optimal adalah | g/kg berat badan. Untuk berat badan 60 kg, harus mengonsumsi 60 g protein setiap harinya. Standar kecukupan protein hewani asal ternak yang dikeluarkan yang dikeluarkan oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (LIPI, 1989) adalah 6 g/kapita/hari setara dengan daging 10,3 kg, telur 6,5 kg, dan susu 7,2 kg/kapita/tahun. Tahun 2004 konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia adalah 4,7 g/kapita/hari. Tentunya, angka tersebut masih di bawah standar 6 g/kapita/hari. Sementara itu, negara Malaysia, Thailand ,dan Filipina rata-rata konsumsi protein hewaninya yaitu 10 g/kapita/hari. Korea, Brazil, dan Tiongkok sebesar 20-40 g. Negara maju seperti AS, Perancis, Jepang, Kanada, dan Inggris 50-80 g/kapita/hari.
Konsumsi Daging Kambing
gambar sate kambing

Data konsumsi daging kambing secara resmi belum ada. Akan tetapi, data konsumsi daging kambing dan domba penduduk Indonesia yakni sekitar 0,25 kg/kapita/tahun. Konsumsi daging kambing di Indonesia ke depannya diprediksi akan terus meningkat mengingat beberapa faktor seperti jumlah penduduk yang meningkat, kesadaran akan gizi yang meningkat, serta harga daging kambing yang lebih murah dibandingkan dengan daging sapi.

3. Berapa jumlah populasi kambing di Indonesia dan apakah ada jaminan ketersediaan ternak kambing dalam memenuhi kebutuhan masyarakat ke depannya? 
Jawab: Populasi ternak kambing di Indonesia pada tahun 2014 meningkat menjadi 19,21 juta ekor. Meskipun populasinya terus meningkat, tetapi pertumbuhan populasi kambing di Indonesia relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan permintaan kambing. Menurut catatan produksi kambing nasional, peningkatan hanya terjadi sekitar 3% per tahun, sedangkan permintaan daging kambing meningkat 6% per tahunnya.

Peternakan Kambing

Apabila melihat angka kebutuhan kambing per tahunnya, menurut prediksi akan terus meningkat hingga mencapai puluhan juta. Oleh sebab itu, populasi kambing yang berjumlah 19 juta ini merupakan angka kritis bila ditinjau dari segi ketahanan daging kambing. Hal ini karena 19 juta populasi kambing yang ada di Indonesia, belum semuanya memasuki umur siap panen. Padahal, yang dibutuhkan untuk konsumsi hanyalah kambing yang sudah siap panen. Hal ini berarti, dalam satu tahun kemungkinan masyarakat Indonesia dapat menghabiskan populasi kambing dewasa yang masih produktif. Akan tetapi, fakta di pasaran yang dijumpai adalah sulitnya menemukan kambing yang tidak produktif lagi untuk kambing kurban dan lainnya sehingga terpaksa menggunakan kambing yang masih berproduktif. Hal ini merupakan indikator bahwa sebenarnya saat ini Indonesia sudah darurat swasembada daging kambing.

4. Mengapa usaha ternak kambing saat ini belum terlalu berkembang seperti usaha peternakan ayam? Umumnya, peternakan kambing yang dijumpai adalah peternakan kecil dengan maksimal populasi 
10 ekor
Jawab: Di Indonesia, perusahaan komersial yang bergerak dalam usaha budidaya ternak kambing sulit berkembang. Hal ini karena usaha ternak kambing sudah didominasi oleh usaha rakyat yang tersebar luas Usaha rakyat ternak kambing umumnya dikelola dengan sederhana, yaitu dengan menjual kambing yang telah dipelihara dengan harga yang sebenarnya lebih murah dari ongkos produksinya. Hal ini yang menyebabkan tidak berkembangnya usaha peternakan kambing di Indonesia.

Perusahaan swasta yang bergerak di bidang budidaya ternak kambing dan domba, sulit berkembang karena penyebaran dan penetrasi usaha rakyat yang terlalu luas dan mempersempit pasar bagi usaha swasta. Kebijakan pengembangan swasta hanya mungkin jika pasar ekspor dibuka. Akan tetapi, membuka pasar ekspor berarti membutuhkan ukuran usaha dalam skala besar dan membutuhkan padang penggembalaan yang luas. Oleh karena itu, peluang solusi pengembangan agribisnis ternak kambing adalah melalui pengembangan usaha rakyat yang sudah ada, tetapi dengan pola pemeliharaan tradisional.

5. Mungkinkah peternakan rakyat dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan daging kambing yang semakin meningkat, sekaligus untuk mengisi peluang pasar ekspor? Faktor penentu apa saja yang diperlukan? 
Jawab: Masalah utama yang dihadapi peternakan kambing rakyat bukanlah masalah teknis semata seperti yang selama ini kita bayangkan. Sering kali, usaha untuk mengembangkan peternakan kambing rakyat yang dilakukan terlalu fokus pada bidang teknis dan mengabaikan faktor non-teknisnya. Usaha tersebut misalnya bantuan bibit, pelatihan teknis pembuatan pakan, kandang, serta bantuan modal dan pemasaran. Faktanya masih lebih banyak yang mengalami kegagalan. Oleh karena itu, masalah utama tidak berkembangnya peternakan kambing ada pada hal-hal non teknis seperti, mental berwirausaha yang rendah, kemampuan berkomitmen rendah, kurang mampu mengemban amanah, dan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan perbaikan mental dan moral. Untuk mengembangkan peternakan rakyat, perlu melibatkan instansi atau lembaga di luar dinas peternakan. Misalnya melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk memberi motivasi, serta untuk menumbuhkan kejujuran dan mental wirausaha. Selain itu, tentunya juga diperlukan SDM yang berkualitas untuk kemajuan peternakan kambing di masa depan.

Faktor teknis seperti pakan juga menjadi perhatian khusus. Sering kali peternak terbagi fokus antara menjaga ternak dan mencari pakan. Umumnya peternak kambing rakyat membatasi jumlah kambingnya maksimal 10 ekor. Hal ini karena jika populasi melebihi 10 ekor, peternak akan kesulitan memperoleh pakan kambing. Seperti yang diketahui, selama ini peternak memperoleh pakan dengan cara "ngarit" atau mencari rumput liar yang dapat dijadikan pakan. Cara seperti ini tentunya membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak jika peternak tersebut memelihara kambing dalam jumlah banyak terutama ketika cuaca sedang tidak stabil.

Solusinya diperlukan teknologi pengolahan pakan yang secara teknis praktis dan mudah dilakukan, secara ekonomis murah dan memenuhi nutrisi yang dibutuhkan kambing. Apabila peternak dapat membuat pakan kambing yang memenuhi syarat sendiri maka akan sangat membantu dalam hal pengembangan usaha ke arah komersial.
Faktor lainnya yaitu kebersihan kandang. Kandang kambing mutlak untuk dibersihkan setiap hari. Apabila tidak dibersihkan, kandang akan pengap, penuh kotoran dan sisa pakan, serta akan menjadi sumber penyakit.

6. Memasuki era pasar bebas ASEAN, apa yang terjadi dengan pasar kambing domestik Indonesia bila tidak ada usaha peningkatan produksi kambing dalam negeri?
Jawab: Secara umum, Indonesia hingga saat ini dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan belum mengimpor kambing. Akan tetapi, sudah terdapat gejala pengurasan populasi kambing dan domba dalam negeri. Hasil penelitian memperlihatkan beberapa provinsi seperti Jawa Timur dan Jawa Barat mengalami pengurasan ternak kambing dan domba dalam 10 tahun terakhir. Indikator lain dapat dilihat dari perkembangan harga kambing dan domba yang terus meningkat sebesar 40% dari tahun ke tahun.

Apabila permintaan kambing yang terus meningkat tidak digarap secara serius maka akan berakibat kurangnya pasokan kambing yang akan berakhir pada impor. Akibatnya, usaha peternakan kambing di Indonesia akan berhenti berkembang.

7. Mengapa produksi kambing dalam negeri belum optimal untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan internasional?
Jawab: Saat ini, 90% usaha ternak kambing dilakukan oleh peternak rakyat dengan kepemilikan 2-8 ekor, sedangkan yang dikelola oleh peternak komersial dengan kepemilikan di atas 100 ekor hanya 10%. Pengelolaan usaha peternakan rakyat ini dikelola secara "moody". Perilaku peternak yang seperti itu disebabkan mereka tidak dapat menggantungkan kebutuhan hidupnya dari usaha tersebut. Apabila suatu saat ekonominya meningkat, usaha tersebut akan ditinggalkan.

Peternakan rakyat umumnya sulit berkembang karena peternak sengaja membatasi jumlah populasi kambingnya. Dengan alasan, bila jumlah kambing banyak peternak akan kesulitan menyediakan pakan dan jika dipaksakan akan banyak kambing yang mati karena tidak mendapatkan pakan yang optimal.

Peternakan rakyat yang bergerak di usaha ternak kambing banyak menyebar di seluruh daerah. Peternakan rakyat yang tidak terkoordinasi dan tersebar lokasinya tersebut sulit untuk memenuhi permintaan luar negeri. Hal ini karena, untuk menghimpunnya dalam jumlah besar memerlukan waktu lama dan biaya yang tidak kecil, serta tidak adanya standar mutu dari umur dan ukuran tubuh ternak. Oleh karena itu, solusinya adalah pembagian pasar. Peternak rakyat menyediakan kebutuhan kambing untuk dalam negeri, sedangkan perusahaan komersial melakukan ekspor.

8.  Banyak peternak di desa menghadapi problem ketika ingin meningkatkan usahanya ke skala komersial agar dapat membantu perekonomian keluarganya, biasanya terkendala oleh penyediaan pakan terutama pada saat musim kemarau. Bagaimana agar usaha yang dijalankan mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lain peternak?
Jawab: Agar peternak dapat memperoleh pendapatan harian, mingguan, atau bulanan dari usahanya, sebaiknya peternak selain memelihara kambing juga melakukan jual-beli kambing. Sebagai contoh, peternak memelihara 10 ekor kambing, tetapi jika sewaktu-waktu ada yang membeli, kambing peliharaannya dapat dijual kepada pembeli. Kemudian, keuntungannya diambil untuk keperluan sehari hari, sedangkan uang pokoknya dibelikan bibit kambing baru dan dipelihara lagi. Akan lebih baik jika peternak juga membuka jasa pemotongan hewan atau juga membuka jasa katering sekaligus. Dengan pola seperti ini, peternak akan mendapatkan penghasilan dari hasil pertambahan bobot badan dan anak sekaligus keuntungan dari berdagang.

9. Untuk memulai usaha peternakan kambing, sebaiknya pilih usaha pembibitan, penggemukan, atau usaha kambing perah?
Jawab: Jika kambing yang dipelihara hanya berjumlah 2-3 ekor dan hanya untuk tabungan atau mengisi waktu luang peternak, sebaiknya memilih jenis usaha pembibitan. Usaha pembibitan akan memperoleh hasil berupa anak kambing siap digemukan dan feses yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Usaha pembibitan pada skala komersial membutuhkan investasi lebih tinggi, risiko lebih tinggi, dan keterampilan yang tinggi pula. Perusahaan swasta dan peternak kambing rakyat biasanya tidak menyukai usaha pembibitan skala besar. Hal ini karena dipandang kurang menguntungkan dibanding usaha penggemukan.

Apabila tujuannya untuk komersial atau memperoleh keuntungan yang banyak dalam waktu yang cepat maka usaha penggemukan kambing patut dipilih. Sebagai contoh, seorang peternak yang mulai menggemukkan kambing dalam jumlah 100 ekor dalam satu lokasi kandang, satu atau dua bulan menjelang hari raya qurban. Dengan cara ini, peternak akan memperoleh keuntungan lumayan besar karena pada saat pembelian kambing dari pembibitan biaya yang dikeluarkan sedikit, setelah digemukkan harga kambing akan menjadi mahal. Keuntungan dapat diperoleh dari pertambahan bobot badan kambing dan kenaikan harga yang berkaitan dengan musim.

Apabila peternak ingin mendapatkan pendapatan harian, peliharalah kambing perah. Kambing perah setiap saat akan menghasilkan uang dari hasil penjualan susu kambing yang diperah setiap hari. Akan tetapi, diperlukan keterampilan teknis yang lebih tinggi dibandingkan dengan usaha penggemukan dan pembibitan.

10. Apa saja penyebab kegagalan usaha peternakan kambing?

  1. - Tidak memiliki perencanaan bisnis yang baik (78%).
  2. - Terlalu optimistis pada sales dan dana yang diperlukan (73%). 
  3. - Mengabaikan kelemahan-kelemahan dan tidak berusaha mencari bantuan (70%). 
  4. - Lemah dalam pemahaman keterampilan manajemen arus kas (82%). 
  5. - Tidak memiliki pengalaman bisnis yang cukup atau bisnisnya tidak relevan dengan pengalaman berbisnis sebelumnya (63%). 
  6. - Tidak memiliki kebijakan harga yang baik (77%). 
  7. - Tidak berusaha memahami atau bahkan mengabaikan kompetitornya (55%). 
  8. - Perekrutan karyawan yang tidak tepat (56%).
  9. - Promosi yang dilakukan kurang (64%). 
  10. - Tidak melakukan positioning perusahaannya dengan baik (71%).


NEXT -> Cara Pemilihan Bibit Kambing

Daftar Menu -> Cara Beternak Kambing



Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar