Apa Urusanku dengan Dunia - Tuhan Maaf Kami Orang Sibuk
Dunia Adalah Ladang Kehidupan Akhirat |
Ketidaktenangan jiwa sering kali
karena kita tak pernah berhenti membandingkan diri dengan orang lain,
Membandingkan penghasilan, jabatan, merek HP, Kendaraan, rumah, merek tas,
pakaian, bahkan popularias orang lain. Akhirnya karunia yang Tuhan hadiahkan
untuk kita Hanya berlalu begitu saja tanpa rasa syukur.
Padahal, hitunglah anugerah tuhan,
Kalkulasikan pemberian Allah setiap saat dalam diri kita, niscaya kita akan
menjadi pribadi yang sangat berbahagia. Karena nikmat-Nya bagi kita ternyata
tak terhingga.
Dunia yang terus menerus direguk
bagaikan air laut yang senantiasa diteguk, Makin rakus kita meminumnya makin
terbuai kita dalam menikmati dunia, makin tamaklah kita dibuatnya. Ada suatu
masa dimana kenikmatan dunia tak terasa. Akan datang hari dimana kesengsaraan
dunia dirasakan.
Baca Juga : Pengadilan
Tuhan - Renungan Spiritual
Kelak pada hari kiamat akan didatangkan
orang yang paling senang dalam hidupnya di dunia dari kalangan penghuni neraka.
Kemudian ia dicelupkan ke neraka sekali celup, lalu dikatakan padanya, “Wahai
anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kesenangan ketika didunia dahulu ? " ia
menjawab, “Tidak demi Allah wahai Rabb-ku.” Lalu didatangkan orang yang paling
sengsara hidupnya didunia dari kalangan penghuni surga. Kemudian ia dicelupkan
ke surge sekali celup, lalu dikatakan kepadanya, “Wahai anak Adam, apakah
engkau pernah merasakan kesusahan atau penderitaan ketika didunia dahulu?” lalu
ia menjawab “Tidak demi Allah, aku tidak pernah merasakan kesusahan atau
penderitaan sedikitpun.” (HR.Muslim)
“Sungguh aku benar-benar dapat mengenali
kecintaan seseorang terhadap dunia dari cara penghormatannya kepada ahli dunia.”
(Sufyan at-Tsauri)
Tiga Hal yang Boleh Dibandingkan :
- Tekunnya ibadah
- Besarnya manfaat
- Dalamnya ilmu
Kalau kita masih suka membandingkan
diri dengan orang lain terkait harta, gelar, gaji, kedudukan, maka jangan
pernah bermimpi untuk bahagia. Sebab, kebahagiaan hanya hadir saat kita
mensyukuri karunia Tuhan, menikmati hidup, tanpa mengukurnya dari persepsi
orang lain.
Hanya tiga hal yang boleh bandingkan dengan orang lain :
Jika ada yang lebih tekun ibadahnya,
lebih luas manfaatnya, dan lebih dalam ilmunya, maka berlombalah dengannya.
Jika ada orang yang lebih ikhlas pengabdiannya pada Tuhan, lebih hebat
kontribusinya pada sesama, dan lebih semangat dalam menimba bermacam pengetahuan,
maka putuskan untuk berkompetisi dengannya. Jangan mau ketinggalan dengan orang
itu. Saingi mereka, Irilah pada mereka. Karena rasa iri kepada orang baik
adalah sebuah keutamaan.
Selain tiga hal itu, syukuri yang
telah kita peroleh. Nikmatilah hidup. Semoga dengan cara ini Allah membahagiakan
jiwa kita terlalu ambisius mengumpulkan dunia dan terus menerus membandingkan
dengan perolehan orang lain. Hanyalah akan memperbudak diri dalam keserakahan.
Tidak mau kalah dengan orang yang lebih banyak hartanya, lebih tinggi
pangkatnya, lebih cemerlang kariernya, lebih tinggi popularitasnya, lebih hebat
kekuasaannya, hanyalah akan menyita usia kita dalam ketamakan yang tak berujung.
Jangan pernah bercita meraih ketenangan dan kebahagiaan hidup ketika kita masih
menempatkan kebahagiaan kita di bawah bayang-bayang keberhasilan orang lain.
Baca Juga : Tuhan Maaf Kami Orang
Sibuk - Renungan Inspirasi Spiritual Orang Kantoran
Yang kita butuhkan bukan harta, bukan jabatan,
bukan popularitas, Untuk tetap merasakan kebahagiaan yang sudah carut marut
ini, yang lebih kita butuhkan adalah kedekatan dengan Tuhan, segala kekurangan yang
justru membuatmu lebih dekat dengan Tuhan. Segala kekurangan yang justru semakin
membuatmu lebih dekat dengan tuhan, hakikatnya adalah anugerah. Segala keberlimpahan
yang justru membuatmu jauh dari tuhan, hakikatnya adalah musibah. Masalah terbesar
dalam hidup bukanlah kekurangan harta atau kehilangan kehormatan di hadapan
sesama. Masalah terbesar adalah di saat cinta tuhan tak lagi singgah pada diri
kita.
Dengan sindiran yang cukup telak,
Buya Hamka pernah menasehatkan, “Kalau
hidup sekedar hidup, babi hutan juga hidup. Kalau kerja sekedar kerja , kera
juga bekerja.” Dengan perumpamaan babi
hutan dan kera , Buya Hamka seolah menuturkan, bahwa jika kualitas hidup kita
hanya sekedar menjalani hidup mengalir tanpa punya makna, maka apalah beda kita
dengan babi hutan yang selama ini kita rendahkan. Jika tiap hari kita bekerja
dan bekerja hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup tanpa ada tujuan yang lebih
tinggi, apalah beda kita dengan kera yang tiap hari juga bekerja untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya.
Hidup bukan sekedar untuk makan,
dan makan bukan hanya sekedar untuk hidup. Kita tercipta sebagai makhluk yang
sempurna, yang oleh Allah diamanahi tugas mulia sebagai khalifah di muka bumi.
Inilah tugas besar yang hanya diemban oleh manusia. Jadikan hidup ini sebagai
perjalanan panjang untuk mempersembahkan pengabdian terbaik kita pada-Nya, Kita
menebar seluas mungkin manfaat bagi sesama, dan menjadikannya sebagai bekal
untuk menempuh perjalanan yang lebih hakiki. Yakni perjalanan menuju ke
kehidupan yang abadi.
Renungan :
Dunia adalah lading akhirat. Semegah apapun rumah
kita, hakikatnya itu hanyalah gubuk tempat kita berteduh dari teriknya mentari.
Tempat kita melepas Lelah dari kerja keras. Namun kita sering lupa. Kita tiap
hari pergi ke sawah hanya untuk memperindah gubuk, tanpa mengurus tanaman yang
ada disekitarnya. Begitu waktu panen tiba, barulah kita terperangah dan
menyesal, betapa bodohnya kita, yang tiap hari hanya sibul mempercantik gubuk,
sementara tanaman tak pernah terurus.
Credit : Ahmad Rifa'i Rifan
Beli bukunya di : Gramedia
Beli bukunya di : Gramedia