--> Skip to main content

Selamat Datang Sufi Berdasi - Tuhan Maaf Kami Sedang Sibuk


Sufi Berdasi Quote


"Sufi berdasi kini bertebaran di perusahaan-perusahaan besar. Mereka bersemangat dalam mengejar prestasi kerja, namun kesibukannya meraih mimpi, tak menyurutkan langkahnya dalam meniti jalan yang dituntunkan Ilahi."

Tidak ada definisi tunggal vang menjelaskan pengertian sufi. Banyak ulama yang menerjemahkan istilah 'sufi' dengan definisi yang beragam.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa sufi adalah orang yang sifat-sifatnya dekat dengan sifat yang dimiliki oleh Ahli Shuffah. Ahli Shuffah adalah sahabat Anshar dan Muhajirin yang hidup pada masa Rasulullah.

Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa kata sufi berasal dari kata shafwun yang berarti hati yang jernih. Sehingga sufi adalah orang yang senantiasa membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran dunia yang dapat meng-hijab dirinya dengan Allah.

Memang banyak definisi yang menjelaskan makna sufi. Tetapi dari semua definisi itu merujuk pada sebuah titik simpul, bahwa sufi adalah orang yang membersihkan hatinya semata-mata karena Allah (sebagaimana yang pernah diungkap oleh Bisyr ibn Al-Harits).

Sering muncul pertanyaan, bisakah seorang sufi lahir dari masyarakat modern di mana godaan dunia makin ganas seperti sekarang ini? Bisakah seorang sufi hadir dari komunitas profesional yang hari-harinya disibukkan oleh rutinitas kerja? Bisakah sufi hadir dari kaum-kaum berdasi?

Sufi Berdasi
Dalam salah satu seminar “Cara Gila jadi Pengusaha’, Purdi E. Chandra, pemilik LBB Primagama serta pendiri Entrepreneur University, sempat ditanya oleh salah seorang peserta seminar.
"Pak Purdi, Anda kalau pagi sarapan apa?"
Sebuah pertanyaan yang nggak penting banget, begitu pikir saya saat itu. Benar, Purdi pun menanggapi pertanyaan itu dengan kalimat yang mirip dengan yang saya pikir.

"Masak gitu pake ditanyain?!" begitu tanggapan Purdi sambil tersenyum.
Namun kemudian beliau tetap menjawab pertanyaan itu dengan antusias.
"Pagi-pagi sekitar jam enam, saya biasanya makan roti bakar. Jadi hampir tiap hari saya selalu sedia roti bakar, Kemudian olahraga sebentar. Agak siang, saya baru makan nasi. Habis itu mandi, shalat dhuha, dan kalo lagi pengin ke kantor, barulah setelah semua aktivitas itu selesai, sava berangkat ke kantor."

 Ada peserta lain yang mengajukan pertanyaan mengenai cara menyikapi kegagalan dalam berwirausaha. Saya kembali dikejutkan dengan jawaban Purdi.

"... sebenarnya nggak ada itu gagal dalam usaha. Kalau kita gagal, biasanya itu karena kurang sedekah."

Di sesi berikutnya, Purdi menyinggung tentang impian. Ia mengatakan bahwa ketika kita menginginkan sesuatu, bayangkan yang kita inginkan, sambil zikirkan terus namaNya dalam hati. Ia menambahkan, "Yang paling enak sih kata Ya Rahman, dan Ya Rahim."

Dari aktivitas yang disebut oleh Purdi E. Chandra, saya begitu terkejut ketika beliau menyebut shalat dhuha, zikir, dan sedekah sebagai aktivitas rutin yang dianjurkan oleh nya. Saya seolah sedang melihat seorang miliarder sufi. Perlu saya ingatkan, seminar yang saya ceritakan di atas adalah seminar entrepreneurship yang dilaksanakan di Bali, dan pesertanya berasal dari beragam agama.

Mungkin sebagian dari Anda menganggap shalat dhuha, zikir, atau sedekah sebagai ibadah yang biasa saja atau tak istimewa jika dilaksanakan oleh seorang muslim. Tetapi, jujur, bagi saya yang begitu antusias mengamati kebiasaan pelaku bisnis yang telah sukses, kebiasaan-kebiasaan itu semakin menegaskan bahwa kesuksesan seseorang sering kali tak lepas dari kedekatan jiwanya kepada Sang Pencipta.

Beberapa tahun terakhir, spiritualitas menjadi hal yang diminati oleh manusia modern. Coba saja Anda amati, saat ini kita begitu mudah menyaksikan CEO, kaum profesional, maupun pegawai-pegawai kantor yang begitu semangat menerapkan prinsip-prinsip spiritualitasnya di sela kesibukan mereka dalam bekerja. Jika puluhan tahun yang lalu kita kesulitan mencari pegawai kantor atau pelaku bisnis yang mau menyempatkan dhuha di musala kantor, saat ini pemandangan itu bukan lagi hal yang tabu. Mereka kini begitu semangat melakukan shalat dhuha, shalat jemaah di masjid kantor, hadir dalam pengajian-pengajian rutin, bahkan membentuk komunitas kajian di kantor mereka.

Dr. Gay Hendricks dan Kate Ludeman dalam The Corporeate Mystics mengungkapkan, bahwa para spiritualis ternyata banyak ditemukan di perusahaan-perusahaan besar, bukan lagi hanya di tempat ibadah. Pada abad 21 diramalkan pengusaha sukses akan tampil sebagai pemimpin spiritual.

Munculnya sufi berdasi kini bukan lagi menjadi fenomena asing. Kehadiran mereka seolah menegaskan eratnya keterkaitan antara spiritual dan tingkat kesuksesan seseorang, Tahukah Anda, ternyata spiritual sempat menjadi tema penting dalam sebuah forum diskusi di Harvard Business School. Pada tahun 2002 di sekolah bisnis tersebut sempat diselenggarakan forum diskusi leadership dengan tema ‘Does Spirituality Drive Success?' Forum tersebut menghadirkan banyak eksekutif dunia. Singkat cerita, forum itu akhirnya menyimpulkan bahwa spiritualisme menjadi hal yang amat penting dalam bisnis. Karena spiritualisme, menurut forum itu, mampu menghasilkan lima hal, yaitu: kejujuran, semangat, inisiatif, bijaksana, dan keberanian dalam mengambil keputusan.

Saya yakin Anda pasti tak asing lagi dengan nama Stephen R. Covey, penulis buku 7 Habits dan The 8 Habit. Tapi mungkin hanya sedikit yang tahu, bahwa Covey dan keluarganya ternyata pejuang gereja yang tangguh. Bahkan ia dijuluki sebagai misionaris ‘Elang Botak”. Pasti banyak pula dari Anda yang familiar dengan nama Robert T. Kiyosaki, penulis Rich Dad Poor Dad, John Gray, sang penulis Men Are from Mars, Women Are from Venus, serta Anthoni Robbins, sang motivator nomor wahid dunia. Tapi mungkin sedikit yang tahu, bahwa rata-rata mereka adalah para figur religius yang dahsyat.

Alhamdulillah, beberapa penulis muslim pun kini banyak yang menghadirkan konsep dan aplikasi managerialship, leadership, dan entrepreneurship, yang tersaji dari kedalaman makna ajaran Islam, baik penulis dari Timur Tengah seperti Aidh al-Qarny, Ibrahim Al Quayyid, Asyraf Muhame mad Dawabah, Ibrahim El-Fiky ataupun beberapa sama penulis Indonesia, seperti Ary Ginanjar, Rhenald Kasalis Farid Poniman dan lainnya. Azim Jamal, seorang akuntan profesional yang beralih profesi menjadi penulis buku dam inspirator, menulis buku berjudul The Corporate Sufit. Istilah itu ia perkenalkan, merujuk pada seseorang yang mampu menyandingkan kerjanya dan misi hidupnya serta mampu menyeimbangkan kehidupan keluarga, kerja, sosial, dan spiritualnya. The Corporate Sufi adalah seorang yang ambi sius, yang senantiasa bekerja keras dalam memanjat tangga karier, menjaga kebahagiaan keluarga, sukses secara materi, sekaligus tetap memegang nilai-nilai spiritualitas yang luhur.

Sufi berdasi kini bertebaran di perusahaan-perusahaan besar. Mereka bersemangat dalam mengejar prestasi ker ja, namun kesibukannya meraih mimpi, tak menyurutkan langkahnya meniti jalan yang dituntunkan Ilahi. Bahkan kedekatan pada agama semakin menenangkan jiwanya, menenteramkan hatinya, menyejukkan pikirannya. Dari ketenangan batin itu, raganya akan bekerja dengan optimal, idenya mengalir dengan lancar, kreativitasnya tak pernah mati. Ia pun lebih mudah menggapai prestasi tertingginya, Sufi berdasi senantiasa berprinsip, jika hubungan dengan Tuhan oke, prestasi kerja pun akan oke, keharmonisan keluarga pun oke, hubungan dengan sesama pun pasti oke.

Selamat datang sufi berdasi.

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar